Minggu, 17 November 2013

TUGAS 1 BAHASA INDONESIA



"Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia."
Butir terakhir dari isi Sumpah Pemuda yang tertulis dalam ejaan lama dan dikumandangkan oleh putra-putri Indonesia 84 tahun silam ini seakan mendunia. Suatu kenyataan dan lompatan yang sulit dibayangkan kita semua sebagai anak bangsa apabila suatu saat nanti menyaksikan Indonesia dipersatukan oleh masyarakat internasional dalam bahasa Indonesia. Kemungkinan ini sebenarnya sudah berproses melalui akar sejarah yang terbentuk sejak tersebarnya kebudayaan dan masyarakat Indonesia hingga ke seluruh dunia beberapa abad sebelumnya.

"Halo, saya orang Indonesia," sapa seorang pria setengah baya bertampang bule yang mengaku nenek moyangnya keturunan Indonesia ke penulis saat menghadiri upacara pengibaran bendera di kompleks Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Colombo, Sri Lanka, pada 17 Agustus 2011 . Rupanya pria yang hanya mengerti beberapa patah kata dalam bahasa Indonesia ini sudah mendapatkan informasi terlebih dulu dari staf KBRI di Colombo mengenai kedatangan penulis yang berprofesi sebagai wartawan dari sebuah media online di Jakarta saat itu. Penulis kemudian menyadari warga keturunan Indonesia pertama yang diyakini diasingkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda ke Sri Lanka adalah rombongan Pangeran Adipati Amungkurat III beserta para keluarga dan pengikutnya pada 1708. Sebagian besar mereka yang diasingkan berasal dari Pulau Jawa.
Namun, ada pula yang berasal dari Sumatra, Maluku, Madura serta Tidore. Mereka yang kemudian menolak untuk dipulangkan kembali ke Indonesia kawin-mawin di antaranya dengan penduduk lokal. Sebagian besar keturunan mereka saat ini yang sudah kehilangan status kewarganegaraan Indonesia tidak mengetahui persis siapa nenek moyang mereka.

Sekretaris Ketiga Penerangan, Sosial dan Budaya KBRI di Colombo, Said Fathona, menyebutkan dalam keterangan tertulisnya ke penulis bulan lalu bahwa saat ini terdapat sekitar 350 WNI di Sri Lanka dan 1.300 WNI yang sebagian besar bekerja di hospitality industry seperti hotel dan resor di Maladewa yang berada di bawah wilayah akreditasi KBRI Colombo. Seperti menemukan oase yang merefleksikan identitas negara kita sendiri saat kita bepergian ke luar negeri seperti Australia, Belanda, Sri Lanka, Suriname, Amerika Serikat atau di negara tetangga kita di ASEAN ketika menemukan mereka yang berbicara dalam bahasa Indonesia di luar Tanah Air.

Kenyataan di atas sudah bukan hal yang baru. Data Kementerian Luar Negeri Indonesia hingga tahun 2011 mencatat terdapat 4.463.950 WNI yang tersebar di luar negeri atau terbilang terbesar kelima di dunia. Sekitar 2,5 juta WNI di antaranya berada di Malaysia dan hampir 2 juta dari jumlah tersebut adalah tenaga kerja Indonesia.
Jumlah di atas bahkan bisa membengkak dari kenyataan sebenarnya apabila kita harus menambahkannya dengan jumlah WNI yang sudah menikah dengan warga lokal dari negara yang mereka diami atau telah kehilangan status WNI dan menetap di luar negeri secara turun-temurun sejak masa kedatangan nenek moyang mereka.

Penyebaran penduduk ke seluruh dunia adalah salah satu faktor berkembangnya pemakaian bahasa Indonesia ke seluruh dunia. Tidak heran apabila China dengan jumlah penduduk terbesar di dunia atau mencapai 1,3 miliar jiwa dengan tingkat penyebaran penduduk cukup tinggi di dunia memiliki bahasa yang terbanyak digunakan di seluruh dunia. Jumlah masyarakat dunia yang menggunakan bahasa China empat kali lebih banyak dibandingkan mereka yang berkomunikasi dalam bahasa Inggris.

Masih ada beberapa faktor lainnya yang dapat memperluas pemakaian bahasa Indonesia hingga ke seluruh dunia di antaranya lewat kajian maupun promosi budaya dan bahasa, program pertukaran pelajar, serta berbagai kegiatan lainnya termasuk di dunia ekonomi dan hiburan. Sebagai contoh sederhana adalah Jepang yang menanamkan pengaruh bahasanya ke seluruh dunia lewat perkembangan pembangunan dan teknologi yang dicapainya. Merek dagang seperti Honda dan sederet merek lainnya sudah menjamur di seluruh dunia seakan sebagai merek lokal di luar Jepang.

Perkembangan teknologi dan pembangunan Jepang termasuk dalam bidang kebudayaan setidaknya telah memicu peningkatan jumlah pelajar asing yang mempelajari bahasa Jepang termasuk dari Indonesia. Hal serupa juga diraih Korea Selatan yang berhasil menajamkan pengaruhnya tidak hanya di bidang teknologi tetapi juga di bidang hiburan. Riak gelombang ekspor kebudayaan Korea Selatan sudah terasa hingga ke seluruh dunia bahkan membanjiri Indonesia mulai dari musik, film, dan bahkan gaya hidup selain tentunya juga bahasanya.

Inilah momen yang harus direbut Indonesia dalam menancapkan identitasnya di dalam kompetisi merebut pengaruh masyarakat internasional lewat bahasa; pembangunan secara utuh dan menyeluruh tanpa meninggalkan identitas bangsa. Ini tentunya tidak terlepas dari kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mengembangkan pembangunan di berbagai sektor tanpa menyingkirkan arti penting dari budaya dan bahasa.
Undang-undang saja seperti UU No.24/2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara tidak cukup memberikan ruang bagi perkembangan pemakaian bahasa Indonesia apabila tidak diikuti dengan aplikasi nyata. Harus ada kajian khusus untuk bahasa atau kebudayaan Indonesia dalam wujud pusat kajian Indonesia yang selama ini belum dimiliki oleh Indonesia.
Jepang yang melaju pesat sebagai salah satu negara ekonomi terkemuka dunia tidak lengah dengan perkembangan budaya dan bahasa negaranya sendiri termasuk negara lain dengan tujuan diantaranya untuk mempertajam kajiannya terhadap pasar persaingan usaha baik di dalam dan luar negeri.

Sudah banyak orang Jepang mampu berbahasa Indonesia; di Jepang bahkan tes kemampuan bahasa Indonesia dikembangkan oleh orang Jepang dan ada dukungan kebijakan orang Jepang yang mau bekerja di Indonesia harus mampu berbahasa Indonesia sehingga harus mengikuti tes itu. Jika gaung Indonesia lebih terdengar melalui pusat kajian Indonesia, makin banyak orang mempelajari Indonesia melalui pintu masuk bahasa dan budaya Indonesia, tentu makin banyak pula penutur bahasa Indonesia.

“Saya belum pernah dengar,” jelas Prof. Bahren Umar Siregar, dosen Liguistik Terapan Bahasa Inggris Unika Atma Jaya Jakarta, saat ditanya penulis apakah Indonesia sudah mempunyai pusat kajian Indonesia.
Menurut Dr. Untung Yuwono, Manajer Pendidikan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Indonesia belum mempunyai pusat kajian Indonesia yang ditujukan diantaranya untuk memberikan perhatian khusus terhadap kekayaan kebudayaan Indonesia yang selama ini rawan dicuri oleh negara lain. Pengajar Program Studi Indonesia FIB UI ini menjelaskan lembaga serupa yang ada selama ini di Indonesia masih sekadar berupa lembaga bahasa.

Pusat kajian Indonesia baru tahun ini dirintis pengembangannya oleh FIB UI. Pusat kajian Indonesia FIB UI mencoba menghimpun dan menampilkan informasi hasil pengkajian kekayaan budaya di Indonesia dalam pangkalan data budaya Indonesia. Bentuk media pengekspose informasi keberagaman budaya di Indonesia itu bermacam-macam, seperti pustaka, film, dan media online.
Budaya menjadi pintu masuknya dan selalu keberagaman (diversity) budaya itulah yang menjadi daya tarik bangsa-bangsa di dunia dalam mempelajari Indonesia tetapi belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia sendiri. Selain itu, informasi budaya yang otoritatif itu menjadi landasan untuk klaim budaya, misalnya melalui paten atau untuk pengajuan warisan budaya dunia (world cultural heritage).





ULASAN :

Dalam artikel ini, saya melihat bagaimana bahasa Indonesia bisa berada diluar wilayah negara Indonesia disebabkan oleh penyebaran warna negara Indonesia yang melalang buana ke luar negeri. Negara – negara seperti Australia, Belanda, Sri Lanka, Suriname, Amerika Serikat atau di negara tetangga kita di ASEAN menemukan mereka yang berbicara dalam bahasa Indonesia di luar Tanah Air. Hal ini merupakan hal positif, karena di sisi ini membuat bahasa Indonesia akan dibawa keluar dan mengenalkan bahasa Indonesia ke dunia.

Kita bisa menggunakan penyebaran penduduk sebagai salah satu cara agar bahasa Indonesia bisa berkembang lebih jauh lagi di luar negeri. Seperti akan halnya China dimana penduduk mereka banyak berada diluar negara mereka, membuat bahasa China berkembang dan banyak digunakan diberbagai negara lain. Seperti kita tahu penyebaran warga negara China merupakan yang tersebar didunia. Lalu beda lagi akan halnya dengan Jepang, mereka menggunakan teknologi mereka untuk melakukan ekspansi bahasa Jepang.

Oleh karena itu, semakin banyak orang Indonesia yang berada diluar negeri akan membuat bahasa Indonesia akan semakin dikenal. Selain orang Indonesia yang sekarang berada diluar negeri, ternyata banyak orang diluar negeri yang merupakan keturunan bangsa Indonesia. Tetapi ironisnya seakan mereka lupa bahasa leluhur mereka karena sudah tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia. Banyak dari mereka lebih fasih menggunakan bahasa dari mereka lahir.

Dengan adanya fakta serta beberapa alasan diatas, sudah seharusnya Indonesia memiliki pusat kajian bahasa Indonesia. Dengan adanya itu, maka kekayaan bahasa kita tidak akan mudah rawan diambil oleh bangsa lain. Pusat Kajian Bahasa Indonesia itu nantinya akan melakukan dokumentasi terhadap segala kekayaang yang ada pada bangsa ini.

Tidak ada komentar: